Sejarah dan istilah
ayam lokal menjadi hal yang penting untuk diketahui, terutama untuk menjadi
acuan dalam menentukan bangsa unggas lokal yang harus menjadi prioritas
penelitian dan pengembangannya dalam skala komersial.
Ayam lokal pada
awalnya dikenal awalnya adalah ayam kampung, karena kebanyakan ayam ini
diperoleh dari kampung-kampung di perdesaan. Nama ini kemudian dirasakan kurang
pas, karena berkonotasi dengan istilah kampungan. Kemudian muncul istilah ayam
sayur di kalangan akademisi. Rupanya istilah ayam sayur inipun dirasa kurang
tepat, karena toh semua ayam bisa menjadi masakan (sayur). Ayam impor yang saat
itu sudah berkembang luas diberi nama ayam negeri, karena ayam tersebut
merupakan keturunan dari induk bapaknya yang diimpor dari luar negeri
diantaranya Jepang, USA, Eropa. Istilah ayam negeri cukup lama dipakai
masyarakat, terutama di pulau Jawa pada sekitar akhir tahun 1960 hingga awal
tahun 1980.
Mungkin istilah ayam
negeri pun kurang pas, sehingga pada awal tahun 1980-an keluar nama ayam ras,
yakni ras pedaging dan petelur. Adanya program pemerintah melalui Direktorat
Jenderal Peternakan pada awal tahun 1980-an dalam rangka pengembangan, ayam
kampung diberi nama ayam buras, sebagai tandingan terhadap istilah ayam ras
yang sudah memasyarakat. Program pemerintah pada saat itu memanfaatkan
ayam-ayam kampung yang diperoleh dari masyarakat pedesaan atau dari pasar.
Program yang terkenal saat itu adalah INTAB singkatan dari intensifikasi ayam
buras.
Buras merupakan
singkatan dari ayam bukan ras. Penamaan ayam ras dan buras bertahan hingga
awal-awal tahun 2000-an dan mulai memudar setelah adanya istilah ayam lokal
dari akademisi Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Ibu Prof. Dr. Ir.
Supraptini Mansjoer, kemudian diturunkan kepada muridnya Dr. Ir Tike Sartika,
sehingga pada tahun 2007 Dr. Tike Sartika dan Dr. Sofjan Iskandar memakai
istilah ayam lokal dalam buku Mengenal Plasma Nutfah Ayam Indonesia dan
Pemanfaatannya cetakan Balai Penelitian Ternak, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, yang juga sempat diperbanyak
cetakannya oleh Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuli) pada tahun
2008.
Istilah ayam lokal ini
pun dipakai pula oleh Sulandari dkk (2007) dalam buku Keanekaragaman
Sumber Daya Hayati Ayam Lokal Indonesia: Manfaat dan Potensi cetakan
Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Rupanya
istilah ternak “lokal” dipakai pula dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 48
Tahun 2011 tentang Sumberdaya Genetik Hewan dan Pembibitan Ternak pada Bab I
Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 17, yang menyatakan bahwa “Ternak lokal adalah
ternak persilangan atau introduksi dari luar negeri yang telah dikembang biakan
di Indonesia sampai generasi kelima atau lebih, yang telah beradaptasi pada
lingkungan dan/atau manajemen setempat”. Pada ayat sebelumnya, ayat 15,
disebutkan pula bahwa “Ternak asli, merupakan ternak yang kerabat liarnya
berasal dari Indonesia, dan proses domestikasinya terjadi di Indonesia”.
Dari pasal dengan
kedua ayat di atas dapat kita tafsirkan bahwa unggas lokal yang ada di tanah
air Indonesia ini terdiri dari klasifikasi:
1.
a) Unggas lokal asli, yang kita kenal sebagai rumpun ayam
Kampung, ayam Sentul, ayam Pelung, ayam Kedu Hitam, Kedu Putih, ayam Gaok, ayam
Gaga, ayam Kokok Balenggek, ayam Ayunai dan rumpun lokal asli lainnya yang
belum kita ketahui;
2.
b) Unggas lokal pendatang yaitu rumpun unggas introduksi dari
luar negeri dan telah berkembang biak di Indonesia sampai generasi kelima atau
lebih. Untuk kelompok ini kita mengenal rumpun ayam Merawang, ayam Nunukan,
ayam Arab, berbagai ayam hias, itik Alabio, itik Mojosari, itik Magelang, itik
Tegal, puyuh Cortunix corturnix japonica dan rumpun lokal pendatang lainnya
yang belum kita ketahui.
Mengiringi perkembangan
industri ayam lokal yang semakin meningkat, Balai Penelitian Ternak telah
melakukan seleksi pemurnian rumpun ayam lokal asli yakni ayam Kampung, ayam
Sentul dan ayam Gaok. Pemurnian yang juga sekaligus meningkatkan produktifitas,
menjadikan ayam lokal asli ini mempunyai nilai ekonomis yang lebih baik.
Penulis adalah
Peneliti Senior Balai Penelitian Ternak (Balitnak), Ciawi, Bogor
sumber : https://www.poultryindonesia.com/ayam-lokal-sejarah-istilah-dan-arah-pengembangannya
0 komentar Blogger 0 Facebook
Posting Komentar